KENDARI – Peristiwa kecelakaan kerja yang menewaskan salah satu pengemudi PT Tiran Indonesia, Darwin, di areal tambang nikel PT Tiran di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), 8 Februari 2023 lalu, menjadi sorotan dari beberapa lembaga pemerhati pertambangan di Sultra.
Seperti pernyataan Ketua DPP Himpunan Pengacara Pertambangan Nikel Indonesia (HPPNI), Andre Darmawan, yang menyebut PT Tiran Indonesia dapat diberi sanksi pembekuan kegiatan usaha di Konawe Utara, bilamana terbukti lalai menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di lingkungan perusahaannya.
Terkait hal ini, Ketua DPW Himpunan Konsultan Hukum Pertambangan Indonesia (HKHPI) Sulsel, Sulaiman Syamsuddin, menilai hubungan antara tenaga kerja dan pemberi kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam meningkatkan produktivitas perusahaan. Perusahaan sendiri memiliki tanggung jawab menjamin keselamatan para pekerja dengan menerapkan protokol keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Memberhentikan usaha tentu memberi dampak pada penyetopan dukungan bagi 2.183 dari 2.184 orang pegawai yang menggantikan kehidupan nya dari usaha tambang tersebut.
Musibah yang menimpa salah seorang pekerja tambang nikel di PT Tiran Indonesia, lanjut Sulaiman, tentu perlu mendapat perhatian dari kita semua bagaimana penerapan protokol keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan-perusahaan.
“Terlalu terburu-buru ketika kita menuding perusahaan lalai dalam menerapkan protokol K3 ketika terjadi kecelakaan kerja, karena pada faktanya banyak faktor yang kemudian mempengaruhi kejadian-kejadian di lapangan, baik itu faktor internal dari si pekerja sendiri apakah sudah menjalankan SOP yang diberikan maupun faktor eksternal seperti cuaca,” ujar Sulaiman.
Sulaiman mengakui, memang ada hubungan antara kecelakaan kerja dengan pembekuan izin usaha. Akan tetapi tidak serta merta bila terjadi kecelakaan kerja, perusahaan tersebut dibekukan izin usahanya, selagi perusahaan tersebut terbukti menerapkan protokol K3 dan telah memberikan SOP kepada pekerjanya.
Adapun jika perusahaan terbukti melanggar ketentuan K3 terlebih dahulu pastinya diberikan sanksi administratif berupa teguran, namun apabila teguran-teguran tersebut tidak diindahkan oleh perusahaan, barulah diberikan sanksi administratif tegas berupa pembekuan izin usaha. Jika tidak, perusahaan dan otoritas yang menutup perusahaan, bisa repot karena bisa menghadapi tuntutan tak terduga dari 2.183 orang pegawai tersisa.
“Saya rasa ini merupakan alternatif terakhir yang dapat digunakan untuk menegur perusahaan yang melanggar ketentuan K3. Saya kira perusahaan-perusahaan, khususnya yang bergerak di bidang pertambangan sudah memiliki sertifikasi terkait keselamatan dan kesehatan kerja, apalagi perusahaan besar seperti PT Tiran Indonesia, tentunya sudah memiliki sertifikasi K3,” pungkas Sulaiman.